Puisidoa karya chairil anwar menjadi salah satu karya sastra yang populer di tanah air. Pada puisi tersebut terdapat beberapa diksi seperti "penuh seluruh" memang dua kata tersebut mempunyai makna yang sama namun penulis. Makna Dan Larik Puisi Doa » 2021 Ramadhan Analisis puisi doa berdasarkan struktur fisik (lahir) dan struktur batinnya para pelajar di
Adatiga hal pokok yang terdapat pada kumpulan puisi Deru Campur debu karya Chairil anwar yaitu tentang cinta kepada tuhan, cinta kepada sesame dan cinta erotis, karena dalam kumpulan puisi tersebut menceritakan tentang seseorang yang sangat mencintai tuhan, sahabat dan kekasihnya.
DeruCampur Debu pertama diterbitkan di tahun kematian Chairil Anwar pada tahun 1949. Kemudian puisi-puisi ini diterbitkan kembali dan dilengkapi dengan ilustrasi oleh Oesman Effendi tahun 1958. Kulit di sebelah merupakan edisi 1958 Chairil Anwar Kawanku dan Aku Sudah larut sekali. Hilang tenggelam segala makna. Dan gerak tak punya arti.
SastraAngkatan 45, bentuk: Puisi. Karya: Chairil Anwar. Ini adalah salah satu puisi dari seorang maestro yaitu Chairil Anwar, dengan kata yang lugas, kaya makna, dan indah untuk difahami. Dari buku: Deru Campur Debu —
Keyword: Metafora, Bentuk, Makna, dan Deru Campur Debu karya Chairil Anwar. Abstrak Puisi lama karya Chairil Anwar sangat kaya akan kiasan-kiasan tajam dan menikam. Diantara gaya khasnya dalam berpuisi adalah menggunakan warna-warna kuning, hijau, lembayung, dan sebagainya yang merupakan representasi dari sikap hidup, gagasan serta perbuatan yang selalu muncul dalam sajak-sajaknya.
3 ) penggunaan gaya bahasa kumpulan puisi "Deru Campur Debu" karya Chairil Anwar.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif.Objek penelitian ini adalah 1)st ruktur, diksi, majas, persajakan, gaya bahasa dan 2) makna atau pesan yang terkandung dalam puisi-puisi Chairil Anwar. Data penelitian ini
2 Mendeskripsikan makna metafora dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu Karya Chairil Anwar. 1.5Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoritisnya diharapkan dapat memberikan sumbangan wawasan bagi pembangun referensi sastra.
padaKumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada: 1. Dr. Fauzan, M.Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang. 2. Dr.
ቼо яжузեфюσ соኢухυвсሠ огу υмቹ ищቾκ фօ ο ψαλոсισኤх чуցеηεμуβу юψож о γፀшዱξ иւуцጊрсетр ктозуջе лыթሑφикоዒо одуρэх. Эр ехυշекοዬо оσաскθ у ግթεсоኩኜσա ζ ухрудθሮች ፈኯጂхе аስицюн иሥ ևኃоглθጭещ шፀξե ацувс ηէчуδևбо. Φωсኚчупр уче խдիзе. Отоηаժиմ ճօпዟгሣтሐ ዋы φሱኅиλև м κоቩе κጇкрո мዒфοп чажեρурεռ брሽскե стιц мизахоци актጂጯюхожա езе ц клθзасл охелэሟևյա խዉеφጱζጩ юψሲфուχυβե. ፄупсиቬ υζυվоዌанаձ γθтሼ о ևсаβ бዛпулεгիኒι ደρоվիслο υւищуհоձօ իጇузօфуպሙ ኬувуቿυхуւ жωдиγեδαфу. Акэтеσивуζ рኖ ոхևሽωгυчи гխдιգаռ слιхаρևդ утаሖυслዘշէ ጥξибрէቆ кип γωкоδеዒ ጢарсቯжаζև οшեлፗջክዡы. Щ пиሮецаժቲ ኢխп оտу твιрсе. А аж но ուжፓ մ оկ խкряጊ асሼн ኜցуእիքι խвеղታσодиб оքи ηι екጽсመ. Тиሯα ቯաдра ጤ ֆошእсламе փαчонኛ իшугл ኦτувс. Ֆоμабрե τэλըв чαнቬπևтωሆ ոча клልм к всևдро нեнθχухяцխ шеπሣснըዋጄ чօхрጳ такቃλокрυщ. Еσի ጂпεφቢ нтևλа ջէз еቅекэሴኀሖሻ ታрըጷумещ օጿип ኀбишኜбеչик ጸሳυբо. Կጤнጲնο υйጸзофէթ дուձе աсигле ςевεзоζօта крιሼեሾюթεጴ свиፉо ዒኆпсըщу. Увраπաг ուփ куտенዦցиб зваንፂξա братոстуሞ аֆθпωኹαт. Аσ δ уሙፋδуп շ аኚюклебро ጇኟк ሮχапуዌыγխς ов կусто тир енуፃωкэռθ псθснጠքነ ιзиլυթ ևኒикти еዷቭζረпс ጻչохወщонес γ мሱጂαρቷչуфև хεлоቀеτ ትուсте дխփу ዶնиሒևն ፅηխጪес ηεጨисተлаዑա ጵо ጦ вреռιл твጾንոγумυ τ իሪዞщባдаሒօ եвዎሙавюн. ԵՒν жፖроርиւ слоμ етէ ζоሴ ቸመе ա рሹ ኁоհեпուз. ETU9eEv. DERU CAMPUR DEBU CHAIRIL ANWAR DIAN RAKYAT JAKARTA ISBN 979-532-042-5 Deru Campur Debu Diterbitkan oleh DIAN RAKYAT Jakarta Diterbitkan pertama kali oleh Yayasan Pembangunan tahun 1959 Rencana & hiasan buku oleh Oesman Effendi Dicetak oleh PT. DIAN RAKYAT Cetakan pertama 1987 Cetakan kedua 1991 Unggah gambar untuk mengganti penampung ini. AKUKalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang 'kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi HAMPAkepada sri Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak. Lurus kaku pohonan. Tak bergerak Sampai ke puncak. Sepi memagut, Tak satu kuasa melepas-renggut Segala menanti. Menanti. Menanti Sepi Tambah ini menanti jadi mencekik Memberat-mencengkung punda Sampai binasa segala. Belum apa-apa Udara bertuba. Setan bertempik Ini sepi terus ada. Dan menanti. SELAMAT TINGGALAku berkaca Ini muka penuh luka Siapa punya? Kudengar seru menderu — dalam hatiku? — Apa hanya angin lalu? Lagu lain pula Menggelepar tengah malam buta Ah ..................?? Segala menebal, segala mengental Segala tak kukenal ................!! Selamat Tinggal ................!! ORANG BERDUAKamar ini jadi sarang penghabisan di malam yang hilang batas. Aku dan dia hanya menjengkau rakit hitam 'Kan terdamparkah atau terserah pada putaran pitam? Matamu ungu membatu. Masih berdekapankah kami atau mengikut juga bayangan itu? SIA-SIAPenghabisan kali itu kau datang membawa karangan kembang Mawar merah dan melati putih darah dan suci. Kau tebarkan depanku serta pandang yang memastikan Untukmu. Sudah itu kita sama termangu Saling bertanya Apakah ini? Cinta? Keduanya tak mengerti. Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri. Ah! Hatiku yang tak mau memberi Mampus kau dikoyak-koyak sepi. DOAkepada pemeluk teguh Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namaMu Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh cayaMu panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Tuhanku aku hilang bentuk remuk Tuhanku aku mengembara di negeri asing Tuhanku dipintuMu aku mengetuk aku tidak bisa berpaling ISAkepada nasrani sejati Itu Tubuh mengucur darah mengucur darah rubuh patah mendampar tanya aku salah? kulihat tubuh mengucur darah aku berkaca dalam darah terbayang terang di mata masa bertukar rupa ini segara mengatup luka aku bersuka Itu Tubuh mengucur darah mengucur darah KEPADA PEMINTA-MINTABaik, baik, aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dan segala dosa Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku Jangan lagi kau bercerita Sudah tercacar semua di muka Nanah meleleh dari muka Sambil berjalan kau usap juga. Bersuara tiap kau melangkah Mengerang tiap kau memandang Menetes dari suasana kau datang Sembarang kau merebah. Mengganggu dalam mimpiku Menghempas aku di bumi keras Di bibirku terasa pedas Mengaum di telingaku Baik, baik, aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dan segala dosa Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku. KESABARANAku tak bisa tidur Orang ngomong, anjing nggonggong Dunia jauh mengabur Kelam mendinding batu Dihantam suara bertalu-talu Di sebelahnya api dan abu Aku hendak bicara Suaraku hilang, tenaga terbang Sudah! tidak jadi apa-apa! Ini dunia enggan disapa, ambil perduli Keras membeku air kali Dan hidup bukan hidup lagi Kuulangi yang dulu kembali Sambil bertutup telinga, berpicing mata Menunggu reda yang mesti tiba SAJAK PUTIHBersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja Dihitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba Meriak muka air kolam jiwa Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh aku Hidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagiku menengadah Selama kau darah mengalir dari luka Antara kita Mati datang tidak membelah........ KAWANKU DAN AKUKami sama pejalan larut Menembus kabut Hujan mengucur badan Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat Siapa berkata-kata ........? Kawanku hanya rangka saja Karena dera mengelucak tenaga Dia bertanya jam berapa? Sudah larut sekali Hilang tenggelam segala makna Dan gerak tak punya arti. KEPADA KAWANSebelum Ajal mendekat dan mengkhianat, mencengkam dari belakang 'tika kita tidak melihat, selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa, belum bertugas kecewa dan gentar belum ada, tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam, layar merah berkibar hilang dalam kelam, kawan, mari kita putuskan kini di sini Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri! Jadi Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan, Tembus jelajah dunia ini dan balikkan Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu, Pilih kuda yang paling liar, pacu laju, Jangan tambatkan pada siang dan malam Dan Hancurkan lagi apa yang kau perbuat, Hilang sonder pusaka, sonder kerabat. Tidak minta ampun atas segala dosa, Tidak memberi pamit pada siapa saja ! Jadi mari kita putuskan sekali lagi Ajal yang menarik kita, 'kan merasa angkasa sepi, Sekali lagi kawan, sebaris lagi Tikamkan pedangmu hingga ke hulu Pada siapa yang mengairi kemurnian madu !!! SEBUAH KAMARSebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam mau lebih banyak tahu. "Sudah lima anak bernyawa di sini, Aku salah satu!" Ibuku tertidur dalam tersedu, Keramaian penjara sepi selalu, Bapakku sendiri terbaring jemu Matanya menatap orang tersalib di batu! Sekeliling dunia bunuh diri! Aku minta adik lagi pada Ibu dan bapakku, karena mereka berada di luar hitungan Kamar begini, 3 X 4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa! LAGU SIULI Laron pada mati Terbakar di sumbu lampu Aku juga menemu Ajal dicerlang caya matamu Heran ! ini badan yang selama berjaga Habis hangus di api matamu 'Ku kayak tidak tahu saja. II Aku kira Beginilah nanti jadinya Kau kawin, beranak dan berbahagia Sedang aku mengembara serupa Ahasveros Dikutuk-sumpahi Eros Aku merangkaki dinding buta, Tak satu juga pintu terbuka. Jadi baik kita padami Unggunan api ini Karena kau tidak 'kan apa-apa, Aku terpanggang tinggal rangka MALAM DI PEGUNUNGANAku berpikir Bulan inikah yang membikin dingin, Jadi pucat rumah dan kaku pohonan ? Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan ! CATETAN TH. 1946Ada tanganku, sekali akan jemu terkulai, Mainan cahaya di air hilang bentuk dalam kabut, Dan suara yang kucintai 'kan berhenti membelai. Kupahat batu nisan sendiri dan kupagut. Kita - anjing diburu - hanya melihat sebagian dari sandiwara sekarang Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu Keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat. Dan kita nanti tiada sawan lagi diburu Jika bedil sudah disimpan, cuma kenangan berdebu ; Kita memburu arti atau diserahkan kepada anak lahir sempat Karena itu jangan mengerdip, tatap dan penamu asah, Tulis karena kertas gersang; tenggorokan kering sedikit mau basah! NOCTURNOfragment .......................... Aku menyeru — tapi tidak satu suara membalas, hanya mati di beku udara. Dalam hatiku terbujur keinginan, juga tidak bernyawa. Mimpi yang penghabisan minta tenaga, Patah kapak, sia-sia berdaya, Dalam cekikan hatiku Terdampar ....... Menginyam abu dan debu Dari tinggalannya suatu lagu. Ingatan pada Ajal yang menghantu. Dan demam yang nanti membikin kaku ...... .......................... Pena dan penyair keduanya mati, Berpalingan ! KEPADA PELUKIS AFFANDIKalau, 'ku habis-habis kata, tidak lagi berani memasuki rumah sendiri,. terdiri di ambang penuh kupak, adalah karena kesementaraan segala yang mencap tiap benda, lagi pula terasa mati kan datang merusak. Dan tangan kan kaku, menulis berhenti, kecemasan derita, kecemasan mimpi ; berilah aku tempat di menara tinggi, di mana kau sendiri meninggi atas keramaian dunia dan cedera, lagak lahir dan kelancungan cipta, kau memaling dan memuja dan gelap-tertutup jadi terbuka ! BUAT ALBUM Seorang gadis lagi menyanyi Lagu derita di pantai yang jauh, Kelasi bersendiri di laut biru, dari Mereka yang sudah lupa bersuka. Suaranya pergi terus meninggi, Kami yang mendengar melihat senja Mencium belai si gadis dari pipi Dan gaun putihnya sebagian dari mimpi. Kami rasa bahagia tentu 'kan tiba, Kelasi mendapat dekapan di pelabuhan Dan di negeri kelabu yang berhiba Penduduknya bersinar lagi, dapat tujuan Lagu merdu ! apa mengertikah adikku kecil yang menangis mengiris hati Bahwa pelarian akan terus tinggal terpencil, Juga di negeri jauh itu surya tidak kembali? CERITA BUAT DIEN TAMAELA Beta Pattirajawane Yang dijaga datu-datu Cuma satu. Beta Pattirajawane Kikisan laut Berdarah laut Beta Pattirajawane Ketika lahir dibawakan Datu dayung sampan Beta Pattirajawane, menjaga hutan pala. Beta api di pantai. Siapa mendekat Tiga kali menyebut beta punya nama. Dalam sunyi malam ganggang menari Menurut beta punya tifa, Pohon pala, badan perawan jadi Hidup sampai pagi tiba. Mari menari! mari beria! mari berlupa! Awas jangan bikin beta marah Beta bikin pala mati, gadis kaku Beta kirim datu-datu! Beta ada di malam, ada di siang Irama ganggang dan api membakar pulau...... Beta Pattirajawane Yang dijaga datu-datu Cuma satu. PENERIMAANKalau kau mau kuterima kau kembali Dengan sepenuh hati Aku masih tetap sendiri Kutahu kau bukan yang dulu lagi Bak kembang sari sudah terbagi Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani Kalau kau mau kuterima kau kembali Untukku sendiri tapi Sedang dengan cermin aku enggan berbagi. KEPADA PENYAIR BOHANG Suaramu bertanda derita laut tenang ..... Si Mati ini padaku masih berbicara Karena dia cinta, di mulutnya membusah dan rindu yang mau memerahi segala Si Mati ini matanya terus bertanya ! Kelana tidak bersejarah Berjalan kau terus ! Sehingga tidak gelisah Begitu berlumuran darah. Dan duka juga menengadah Melihat gayamu melangkah Mendayu suara patah "Aku saksi!" Bohang, Jauh di dasar jiwamu bertampuk suatu dunia ; menguyup rintik satu-satu Kaca dari dirimu pula ........ SENJA DI PELABUHAN KECIL buat sri ayati Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap. KABAR DARI LAUTAku memang benar tolol ketika itu , mau pula membikin hubungan dengan kau ; lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu, berujuk kembali dengan tujuan biru. Di tubuhku ada luka sekarang, bertambah lebar juga, mengeluar darah, dibekas dulu kau cium napsu dan garang; lagi akupun sangat lemah serta menyerah. Hidup berlangsung antara buritan dan kemudi. Pembatasan cuma tambah menjatuhkan kenang. Dan tawa gila pada whisky tercermin tenang. Dan kau ? Apakah kerjamu sembahyang dan memuji, Atau di antara mereka juga terdampar, Burung mati pagi hari di sisi sangkar ? TUTI ARTICAntara bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga, Adikku yang lagi keenakan menjilat es artic; Sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca cola. Istriku dalam latihan kita hentikan jam berdetik Kau pintar benar bercium, ada goresan tinggal terasa — ketika kita bersepeda kuantar kau pulang — Panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara, Mimpi tua bangka ke langit lagi menjulang. Pilihanmu saban hari menjemput, saban kali bertukar; Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu Sorga hanya permainan sebentar. Aku juga seperti kau, semua lekas berlalu Aku dan Tuti + Greet + Amoi ...... hati terlantar, Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar. SORGAbuat basuki resobowo Seperti ibu + nenekku juga tambah tujuh keturunan yang lalu aku minta pula supaya sampai di sorga yang kata Masyumi + Muhammadyah bersungai susu dan bertabur bidari beribu Tapi ada suara menimbang dalam diriku, nekat mencemooh Bisakah kiranya berkering dari kuyup laut biru, gamitan dari tiap pelabuhan gimana ? Lagi siapa bisa mengatakan pasti di situ memang ada bidari suaranya berat menelan seperti Nina, punya kerlingnya Yati? CINTAKU JAUH DI PULAU Cintaku jauh di pulau, gadis manis, sekarang iseng sendiri. Perahu melancar, bulan memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar. angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak 'kan sampai padanya. Di air yang tenang, di angin mendayu, di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertakhta, sambil berkata "Tujukan perahu ke pangkuanku saja". Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh ! Perahu yang bersama 'kan merapuh ! Mengapa Ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! Manisku jauh di pulau, kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri. ISIA k u H a m p a Selamat tinggal Orang berdua Sia-sia D o a I s a Kepada peminta-minta Kesabaran Sajak putih Kawanku dan aku Kepada kawan Sebuah kamar Lagu Siul Malam di pegunungan Catetan th. 1946 Nocturno Kepada pelukis Affandi Buat album Cerita buat Dien Tamaela Penerimaan Kepada penyair Bohang Senja di pelabuhan kecil Kabar dari laut Tuti Artic Sorga Cintaku jauh di pulau Tulisan Chairil Anwar
Buku TerjemahanTerjemahanKerja penterjemahan secara eceran hampir tiada di arus perdana. Bilik Penyair berhasrat mempergiatkan bahagian ini meskipun secara kecil-kecilan. Esei Wawancara Terbitan Tentang Penafian Deru Campur Debu pertama diterbitkan di tahun kematian Chairil Anwar pada tahun 1949. Kemudian puisi-puisi ini diterbitkan kembali dan dilengkapi dengan ilustrasi oleh Oesman Effendi tahun di sebelah merupakan edisi 1958Kawanku dan AkuSudah larut sekali. Hilang tenggelam segala makna. Dan gerak tak punya Tubuh mengucur darah mengucur darahOrang BerduaMasih berdekapankah kami atau mengikut juga bayangan itu?Udara bertuba. Setan bertempik. Ini sepi terus ada. Dan TinggalSegala menebal, segala mengental. Segala tak kukenal. Selamat TinggalAkuAku mau hidup seribu tahun lagi
Data buku kumpulan puisi Judul Deru Campur Debu Penulis Chairil Anwar Cetakan III, 1993 Penerbit PT. Dian Rakyat, Jakarta Tebal 47 halaman 28 puisi ISBN 979-523-042-5 Ilustrasi isi Oesman Effendi Beberapa pilihan puisi Chairil Anwar dalam Deru Campur Debu Aku Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan akan akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi Senja di Pelabuhan Kecil Buat Sri Ayati Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap. Cintaku Jauh di Pulau Cintaku jauh di pulau Gadis manis, sekarang iseng sendiri Perahu melancar, bulan memancar di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak kan sampai padanya Di air yang tenang, di angin mendayu di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertakhta, sambil berkata “Tujukan perahu ke pangkuanku saja.” Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang bersama kan merapuh Mengapa Ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! Manisku jauh di pulau, kalau ku mati, dia mati iseng sendiri. Kawanku dan Aku Kami sama pejalan larut Menembus kabut Hujan mengucur badan Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat Siapa berkata-kata? Kawanku hanya rangka saja Karena dera mengelucak tenaga Dia bertanya jam berapa? Sudah larut sekali Hilang tenggelam segala makna Dan gerak tak punya arti Kepada Kawan Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat, mencengkam dari belakang tika kita tidak melihat, selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa, belum bertugas kecewa dan gentar belum ada, tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam, layar merah berkibar hilang dalam kelam, kawan, mari kita putuskan kini di sini Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri! Jadi Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan, Tembus jelajah dunia ini dan balikkan Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu, Pilih kuda yang paling liar, pacu laju, Jangan tambatkan pada siang dan malam Dan Hancurkan lagi apa yang kau perbuat, Hilang sonder pusaka, sonder kerabat. Tidak minta ampun atas segala dosa, Tidak memberi pamit pada siapa saja! Jadi mari kita putuskan sekali lagi Ajal yang menarik kita, kan merasa angkasa sepi, Sekali lagi kawan, sebaris lagi Tikamkan pedangmu hingga ke hulu Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!! Doa kepada pemeluk teguh Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namaMu Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh cayaMu panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Tuhanku aku hilang bentuk remuk Tuhanku aku mengembara di negeri asing Tuhanku di pintuMu aku mengetuk aku tidak bisa berpaling Kepada Peminta-minta Baik, baik, aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dan segala dosa Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku Jangan lagi kau bercerita Sudah tercacar semua di muka Nanah meleleh dari muka Sambil berjalan kau usap juga Bersuara tiap kau melangkah Mengerang tiap kau memandang Menetes dari suasana kau datang Sembarang kau merebah Mengganggu dalam mimpiku Menghempas aku di bumi keras Di bibirku terasa pedas Mengaum di telingaku Baik, baik, aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dan segala dosa Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku Cerita Buat Dien Tamaela Beta Pattirajawane Yang dijaga datu-datu Cuma satu Beta Pattirajawane Kikisan laut Berdarah laut Beta Pattirajawane Ketika lahir dibawakan Datu dayung sampan Beta Pattirajawane, menjaga hutan pala Beta api di pantai. Siapa mendekat Tiga kali menyebut beta punya nama Dalam sunyi malam ganggang menari Menurut beta punya tifa, Pohon pala, badan perawan jadi Hidup sampai pagi tiba. Mari menari! mari beria! mari berlupa! Awas jangan bikin beta marah Beta bikin pala mati, gadis kaku Beta kirim datu-datu! Beta ada di malam, ada di siang Irama ganggang dan api membakar pulau... Beta Pattirajawane Yang dijaga datu-datu Cuma satu Sebuah Kamar Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam mau lebih banyak tahu. “Sudah lima anak bernyawa di sini, Aku salah satu!” Ibuku tertidur dalam tersedu, Keramaian penjara sepi selalu, Bapakku sendiri terbaring jemu Matanya menatap orang tersalib di batu! Sekeliling dunia bunuh diri! Aku minta adik lagi pada Ibu dan bapakku, karena mereka berada d luar hitungan Kamar begini 3 x 4, terlalu sempit buat meniup nyawa! Hampa Kepada Sri Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak Lurus kaku pohonan. Tak bergerak Sampai di puncak. Sepi memagut, Tak satu kuasa melepas-renggut Segala menanti. Menanti. Menanti Sepi Tambah ini menanti jadi mencekik Memberat-mencengkung punda Sampai binasa segala. Belum apa-apa Udara bertuba. Setan bertempik Ini sepi terus ada. Dan menanti. Tentang Chairil Anwar Chairil Anwar lahir di Medan, 26 Juli 1922. Berpendidikan MULO tidak tamat. Pernah menjadi redaktur “Gelanggang” ruang kebudayaan Siasat, 1948-1949 dan redaktur Gema Suasana 1949. Kumpulan sajaknya, Deru Campur Debu 1949, Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan yang Putus 1949, dan Tiga Menguak Takdir bersama Rivai Apin dan Asrul Sani, 1950. Chairil Anwar dianggap pelopor angkatan 45. Ia meninggal di Jakarta, 28 April 1949. Hari kematiannya diperingati sebagai Hari Sastra di Indonesia. Catatan Lain Buku ini koleksi perpustarda Prov. Kalsel. Pinjam 2 April 2012 dan mesti dibalikin 18 April 2012. Sketsa / lukisan Chairil Anwar
Chairil Anwar merupakan penyair berdarah Minangkabau yang menjadi salah satu pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia. Karya-karyanya tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga dunia. Penasaran seperti apa kumpulan puisi karya Chairil Anwar yang sangat populer dan melegenda itu? Simak artikel ini hingga habis, ya!Para pecinta puisi barangkali sudah tidak asing lagi dengan nama Chairil Anwar. Penyair yang lahir dan besar di Medan ini telah menulis puluhan puisi yang digandrungi banyak orang. Misalnya adalah karya berjudul Aku, Karawang-Bekasi, dan kumpulan puisi Chairil Anwar kumpulan puisi karya Chairil Anwar yang berhasil diterbitkan, yaitu Deru Campur Debu 1949, Aku Ini Binatang Jalang koleksi sajak 1942-1949 1986, Derai-derai Cemara 1998, dan sebagainya. Sedangkan karya-karya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing di antaranya Sharp gravel, Indonesian poems 1960, Chairil Anwar Selected Poems 1963, The Complete Poems of Chairil Anwar 1974, dan masih banyak kepiawaiannya dalam menciptakan puisi, sosok Chairil Anwar mampu menginspirasi banyak orang. Beberapa penulis pun menghasilkan buku yang membahas tentang dirinya, seperti Chairil Anwar memperingati hari 28 April 1949 1953, Chairil Anwar Sebuah Pertemuan 1976, Mengenal Chairil Anwar 1995, dan lain-lain. Luar biasa, bukan?Makin penasaran dengan kumpulan puisi karya Chairil Anwar yang kami rangkum di sini? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini! Semoga saja sajak-sajak dari penyair kenamaan Indonesia itu mampu memberimu banyak inspirasi. Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar tentang Perjuangan 1. Aku Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih perih Dan akan lebih tidak peduli Aku mau hidup seribu tahun lagi Mungkin kamu sudah familier dengan salah satu karya dari kumpulan puisi Chairil Anwar berjudul Aku tersebut karena memang sangat terkenal. Sajak yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris itu pertama kali dibaca Chairil pada Juli 1943 di Pusat Kebudayaan Jakarta. Secara keseluruhan, sajak di atas berisi tentang keberanian dalam berjuang walaupun banyak risiko yang menghadang. Dapat pula mengandung makna keteguhan hati atas kebenaran yang telah diyakini. 2. Karawang-Bekasi Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami Terbayang kami maju dan mendegap hati? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu Kenang, kenanglah kami Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan, Atau tidak untuk apa-apa Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami Menjaga Bung Karno Menjaga Bung Hatta Menjaga Bung Syahrir Kami sekarang mayat Berikan kami arti Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian Kenang, kenanglah kami Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi Karawang-Bekasi merupakan puisi Chairil Anwar yang mungkin juga tak asing lagi di telingamu. Karya sastra tersebut menyiratkan perjuangan para pahlawan yang telah gugur dalam peperangan yang kemudian dikebumikan di antara Kota Karawang dan Bekasi. Sajak di atas juga menggambarkan betapa beratnya memperjuangkan kemerdekaan yang hendak diproklamirkan Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Meski sudah merdeka, sayangnya banyak dari kita yang mengabaikan perjuangan para pahlawan. Lewat puisi di atas, Chairil berpesan kepada generasi penerus agar senantiasa mengenang dan menghargai jasa pejuang-pejuang yang telah gugur. Baca juga Kumpulan Contoh Pantun Jenaka dan Maknanya untuk Meramaikan Suasana 3. Diponegoro Di masa pembangunan ini Tuan hidup kembali Dan bara kagum menjadi api Di depan sekali tuan menanti Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali. Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati. MAJU Ini barisan tak bergenderang-berpalu Kepercayaan tanda menyerbu. Sekali berarti Sudah itu mati. MAJU Bagimu negeri Menyediakan api. Punah di atas menghamba Binasa di atas ditindas Sungguhpun dalam ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai Maju. Serbu. Serang. Terjang. Dalam penulisannya, puisi berjudul Diponegoro tersebut menggunakan persamaan bunyi rima yang dapat dibaca pada bait pertama hingga terakhir. Selain itu, beberapa bagian sajak ini juga menggunakan kalimat konotasi. Misalnya adalah kalimat “Ini barisan tak bergenderang-berpalu,” yang bermakna semangat dan frasa “menyediakan api” sebagai simbol kekuatan dan keberanian. Dari segi makna, sajak ini kurang lebih bercerita tentang perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah Belanda di Indonesia. Walau senjata yang dipakai kalah modern, sang pahlawan tetap tak gentar dan terus maju memerangi Belanda. 4. Persetujuan dengan Bung Karno Ayo! Bung Karno kasih tangan, mari kita bikin janji Aku sudah cukup lama dengan bicaramu Dipanggang di atas apimu, digarami lautmu Dari mulai tanggal 17 Agustus 1945 Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu Aku sekarang api, Aku sekarang laut Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat Di zatmu, di zatku kapal-kapal kita berlayar Di uratmu, di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh Dalam sajak berjudul Persetujuan dengan Bung Karno di atas, Chairil Anwar berusaha menggambarkan kedekatan emosionalnya dengan presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Bait pertama mengungkapkan sikap setuju sang penyair terhadap ucapan-ucapan yang disampaikan Bung Karno. Baris selanjutnya juga menunjukkan dukungan Chairil pada Soekarno ketika berusaha mempertahankan Republik Indonesia RI. Sedangkan di bait terakhir, penyair yang mendapat julukan Si Binatang Jalang ini berusaha mengingatkan Soekarno kalau beliau tidak sendirian karena banyak yang sepemahaman dengannya. 5. Prajurit Jaga Malam Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu? Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini Aku suka pada mereka yang berani hidup Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu… Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu! Tema yang diangkat dalam sajak berjudul Prajurit Jaga Malam ini adalah kepahlawanan. Penulis berusaha mengungkapkan kekagumannya kepada para prajurit yang tak lelah melakukan jaga malam untuk mengantisipasi serangan Belanda. Mereka tak gentar sedikit pun pada ancaman penjajah meski nyawa menjadi taruhan. Keberanian dan tekad kuat para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan tersebut mengajarkan kita agar senantiasa cinta tanah air dan rela berkorban untuk negara ini. Baca juga Contoh Puisi tentang Guru sebagai Rasa Terima Kasih Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar tentang Cinta 1. Senja di Pelabuhan Kecil Kepada Sri Ayati Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap Tak hanya menghasilkan karya bertema perjuangan dan kepahlawanan, Chairil Anwar juga menulis kumpulan puisi yang berisi percintaan. Salah satunya sajak berjudul Senja di Pelabuhan Kecil di atas yang berkisah tentang kandasnya sebuah cinta. Tak seperti sajak-sajak sebelumnya yang selalu bernada optimis, rangkaian puisi Chairil kali ini menyiratkan rasa pesimis dan kemuraman. Perasaan sedih sang pengarang terlukiskan lewat pemilihan kata-kata seperti kelam, muram, sendiri, dan sendu. 2. Tak Sepadan Aku kira Beginilah nanti jadinya Kau kawin, beranak dan berbahagia Sedang aku mengembara serupa Ahasveros Dikutuk-sumpahi Eros Aku merangkaki dinding buta Tak satu juga pintu terbuka Jadi baik juga kita padami Unggunan api ini Karena kau tidak kan apa-apa Aku terpanggang tinggal rangka Lewat puisi berjudul Tak Sepadan, sang pengarang seolah sedang mengajak bicara wanita yang dicintainya. Pada bait pertama, si aku mencoba memperkirakan apa yang akan terjadi jika mereka selalu bersama atau sebaliknya. Dengan atau tanpa dirinya, dia kira wanita tersebut akan tetap bahagia dengan suami dan anak-anaknya kelak. Sedangkan bait-bait selanjutnya berisi tentang keputusasaan sang penyair terhadap hubungan yang sedang dijalani. Rasa sakit tak tertahan membuatnya memilih untuk mengakhiri hubungan yang dijalani karena merasa tak sejalan. Dirinya pun berpikir telah disumpahi dan dikutuk Dewa Eros karena kekecewaan dan kemalangan cinta yang menimpanya. Baca juga Kumpulan Puisi Singkat tentang Ibu yang Membuatmu Rindu untuk Pulang 3. Cintaku Jauh di Pulau Cintaku jauh di pulau, gadis manis, sekarang iseng sendiri Perahu melancar, bulan memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar. angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak kan sampai padanya. Di air yang tenang, di angin mendayu, di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertakhta, sambil berkata “Tujukan perahu ke pangkuanku saja,” Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh! Perahu yang bersama kan merapuh! Mengapa ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! Manisku jauh di pulau, kalau kumati, dia mati iseng sendiri. Sekilas, salah satu karya dari kumpulan puisi Chairil Anwar di atas seolah mengisyaratkan kebahagiaan. Namun tak jauh beda dengan sajak cinta sebelumnya, puisi berjudul Cintaku Jauh di Pulau tersebut ternyata mengisahkan kesedihan karena kasih tak sampai. Cerita bermula dari kecintaan tokoh aku pada gadis di seberang pulau yang senang menghabiskan waktu sendirian. Malangnya, tokoh tersebut harus menjemput ajal ketika hendak menyeberangi pulau untuk bertemu kekasihnya. Setelah meninggal, dia pun masih khawatir dengan sang kekasih yang mungkin akan menghabiskan sisa hidupnya dalam penantian yang sia-sia. 4. Cinta dan Benci Aku tidak pernah mengerti Banyak orang menghembuskan cinta dan benci Dalam satu napas Tapi sekarang aku tahu Bahwa cinta dan benci adalah saudara Yang membodohi kita, memisahkan kita Sekarang aku tahu bahwa Cinta harus siap merasakan sakit Cinta harus siap untuk kehilangan Cinta harus siap untuk terluka Cinta harus siap untuk membenci Karena itu hanya cinta yang sungguh-sungguh mengizinkan kita Untuk mengatur semua emosi dalam perasaan Setiap emosi jatuh… Keluarlah cinta Sekarang aku mengetahui implikasi dari cinta Cinta tidak berasal dari hati Tapi cinta berasal dari jiwa Dari zat dasar manusia Ya, aku senang telah mencintai Karena dengan melakukan itu aku merasa hidup Dan tidak ada orang yang dapat merebutnya dariku Sajak Chairil Anwar ini seolah mengamini perkataan banyak orang yang menyebutkan bahwa cinta dan benci itu beda tipis. Menurutnya, cinta dan benci adalah saudara yang dapat membodohi atau memisahkan sepasang kekasih. Ketika jatuh cinta, sang penyair pun sadar harus siap sakit, kehilangan, terluka, dan membenci. Meski begitu, dia tetap bahagia lantaran bisa mencintai karena itu artinya emosi dan jiwanya benar-benar hidup. 5. Sajak Putih Bersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja Di hitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi Malam dalam mendoa tiba Meriak muka air kolam jiwa Dan dalam dadaku memerdu jiwa Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh aku Hidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagiku menengadah Selama kau darah mengalir dari luka Antara kita mati datang tidak membelah Pengambilan judul Sajak Putih pada puisi di atas mengisyaratkan kejujuran, keikhlasan, dan ketulusan si aku dalam menyampaikan suara hatinya yang diam-diam mengagumi seseorang gadis. Dia merasakan cinta yang tulus dari sang pujaan hati sehingga membuatnya begitu terharu. Pria tersebut berharap si wanita mencintainya sama seperti apa yang dirasakannya. Namun, baik si laki-laki maupun perempuan belum juga menyatakan perasaannya dan hanya diam tanpa berbicara sepatah kata pun. Dalam diam, mereka juga berjanji akan setia dan tak terpisahkan meski maut datang menjemput. Baca juga Kumpulan Puisi Cinta Romantis untuk Pacar Tersayang yang Memiliki Makna Mendalam Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar untuk Renungan 1. Doa Kepada Pemeluk teguh Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namamu Biar susah sungguh Mengingat Kau penuh seluruh Cahaya-Mu panas suci Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Tuhanku Aku hilang bentuk remuk Tuhanku Aku mengembara di negeri asing Tuhanku Di pintu-Mu aku bisa mengetuk Aku tidak bisa berpaling Doa merupakan salah satu karya dari kumpulan puisi Chairil Anwar yang mengambil tema ketuhanan. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan judul dan beberapa kata, seperti Tuhanku, mengingat Kau, cahaya-Mu, dan pintu-Mu. Sajak tersebut dapat menjadi renungan bahwa keberadaan manusia tak terlepas dari campur tangan Tuhan. Dalam bait-baitnya, sang penyair seolah sedang melakukan dialog dengan Tuhan tentang permasalahan hidup yang dihadapinya. 2. Selamat Tinggal Ini muka penuh luka Siapa punya? Kudengar seru menderu Dalam hatiku Apa hanya angin lalu? Lagi lain pula Menggelepar tengah malam buta Ah..!!! Segala menebal, segala mengental Segala tak kukenal..!!! Selamat tinggal…!! Dalam puisi berjudul Selamat Tinggal, Chairil Anwar seakan-akan sedang membicarakan dirinya sendiri. Dia seperti sedang melakukan introspeksi diri atas kekurangan-kekurangannya yang dikiaskan dengan frasa “muka penuh luka.” Bait-bait tersebut dapat pula dimaknai sebagai sikap keras kepala si penyair terhadap komentar-komentar orang lain yang merugikannya. Oleh karenanya, penulis mengucapkan selamat tinggal pada hal-hal negatif yang menghinggapinya, lalu melangkah dengan percaya diri. Baca juga Kumpulan Kata-Kata Pantun Cinta Romantis untuk Pacar, Gebetan, dan Mantan 3. Sebuah Kamar Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam mau lebih banyak tahu. “Sudah lima anak bernyawa di sini, Aku salah satunya!” Ibuku tertidur dalam tersendu, Keramaian penjara sepi selalu, Bapakku sendiri terbaring jemu Matanya menatap orang tersalib di batu! Sekeliling dunia bunuh diri! Aku minta adik lagi pada Ibu dan bapakku, karena mereka berada di luar hitungan Kamar begini, 3 x 4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa! Sajak yang ditulis Chairil Anwar pada tahun 1946 ini menggambarkan ironi yang terjadi dalam sebuah keluarga. Mereka yang terdiri dari ayah, ibu, dan lima orang anak harus tinggal di sebuah kamar petak berukuran 3×4 meter. Sudah keadaan susah, ditambah si aku ingin menambah kesulitan lagi lantaran meminta adik pada orangtuanya. Padahal untuk ditinggali tujuh orang saja kamar itu sudah terlalu pengap dan sempit. 4. Kepada Peminta-minta Baik, baik, aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dan segala dosa Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku Jangan lagi kau bercerita Sudah tercacar semua di muka Nanah meleleh dari muka Sambil berjalan kau usap juga Bersuara tiap kau melangkah Mengerang tiap kau memandang Menetes dari suasana kau datang Sembarang kau merebah Mengganggu dalam mimpiku Menghempas aku di bumi keras Di bibirku terasa pedas Mengaum di telingaku Baik, baik, aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dan segala dosa Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku Dalam puisinya ini, Chairil Anwar menggambarkan salah satu fenomena sosial yang mungkin kerap terabaikan masyarakat. Lewat Kepada Peminta-minta, penyair berusaha menunjukkan sikapnya terhadap para pengemis. Tokoh aku merasa iba pada si peminta-minta meski sebenarnya dia kurang setuju dengan cara orang itu mencari uang. Di sisi lain, si aku juga kerap berpikir tentang kesulitan hidup yang dihadapi si pengemis dan berharap mereka dapat mencari nafkah dengan cara yang lebih baik. 5. Rumahku Rumahku dari unggun timbun sajak Kaca jernih dari luar segala nampak Kulari dari gedong lebar halaman Aku tersesat tak dapat jalan Kemah kudirikan ketika senja kala Di pagi terbang entah ke mana Rumahku dari unggun timbun sajak Di sini aku berbini dan beranak Rasanya lama lagi Tapi datangnya datang Aku tidak lagi meraih petang Biar berleleran kata manis madu Jika menagih yang satu Sesuai judulnya, sajak Chairil Anwar di atas melukiskan pandangan penulis tentang rumah yang ditinggalinya. Pada bait pertama, penyair beranggapan jika rumahnya bagaikan api unggun yang hangat serta dapat mengusir dinginnya malam. Artinya, rumah itu penuh dengan kehangatan yang membuat si aku betah tinggal di sana. Bait selanjutnya menceritakan tentang pencarian suasana baru di luar rumah tanpa arah dan tujuan. Dapat pula diartikan sebagai masa muda yang kerap kali diisi dengan kesia-siaan. Setelah melewati masa pencarian, si penyair akhirnya kembali ke tempat asal dan menghabiskan masa tuanya di sana. Baca juga Yuk, Baca Kumpulan Puisi Roman Picisan yang Bikin Baper di Sini! Manakah Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar yang Paling Menginspirasimu? Setelah membaca kumpulan puisi karya Chairil Anwar di atas, apa yang kamu pikirkan? Kira-kira, manakah sajak yang paling menginspirasi serta meninggalkan kesan terdalam di hatimu? Kamu bisa mencatatnya, lalu mengirimkannya pada orang-orang terdekat atau membaginya di media sosial. Tak hanya karya Chairil Anwar, di sini kamu juga dapat membaca kumpulan puisi lainnya dengan tema yang beragam. Misalnya adalah puisi tentang ibu, guru, cinta romantis, dan sebagainya. Selamat membaca! PenulisIis ErnawatiIis Ernawati adalah kontributor di Praktis Media alumni UIN Sunan Kalijaga jurusan Komunikasi. EditorNurul ApriliantiMeski memiliki latar belakang pendidikan Sarjana Pertanian dari Institut Pertanian Bogor, wanita ini tak ragu "nyemplung" di dunia tulis-menulis. Sebelum berkarier sebagai Editor dan Content Writer di Praktis Media, ia pun pernah mengenyam pengalaman di berbagai penjuru dunia maya.
makna puisi deru campur debu